Archive for 2016
Awal minggu di penghujung bulan. Senin, 31 Oktober 2016.
Tak bisakah aku menghentikan waktuku barang sedetik saja? Aku lelah untuk terus merasakan terlalu banyak beban pikiran. Segala jenis masalah berkecamuk memenuhi otakku. Tak menyisakan sedikitpun celah untukku bernafas lega. Akhir bulan yang mengenaskan kurasa. Ya, akhir bulan memang selalu menjadi hari-hari naas bagiku, hari-hari yang tak diharapkan kedatangannya bagi seorang mahasiswa di tanah rantau sepertiku. Mahasiswa yang mulai lelah untuk segala kegiatan kemahasiswaan. Berbagai macam kepanitiaan yang kujalani tak berjalan maksimal. Kau tau mengapa? Karna aku mulai lelah, mulai bosan dengan semuanya. Sejenak terlintas untukku mengakhiri segala rutiinitas kemahasiswaan ini, karna aku bukan seorang yang terdahulu, yang ingin mengikuti segala jenis kegiatan, memiliki banyak teman dan mengumpulkan pengalaman untukku ceritakan kelak kepada siapapun. Dan itu hanyalah aku yang terdahulu, yang melakukan segala sesuatu dengan ambisi, aku di masa kini hanyalah seorang yang melakukan segalanya bak seorang kuli pemikul beras. Memikul beban yang teramat berat.
Terkadang aku ingin sekali meluapkan segala amarahku, segala beban yang tersimpan sejak dahulu, tapi aku tak pernah menemukan sandaran yang tepat untukku berkeluh kesah dan menangis pilu. Hanya sandaran yang kubutuhkan, cukup sandaran saja, cukup seorang yang menemaniku, mendengar isak tangisku yang pilu. Aku tak perlu solusi atas segala yang kurasakan ini. Hanya teman untuk bersandar. Hanya itu.
Terkadang aku ingin sekali meluapkan segala amarahku, segala beban yang tersimpan sejak dahulu, tapi aku tak pernah menemukan sandaran yang tepat untukku berkeluh kesah dan menangis pilu. Hanya sandaran yang kubutuhkan, cukup sandaran saja, cukup seorang yang menemaniku, mendengar isak tangisku yang pilu. Aku tak perlu solusi atas segala yang kurasakan ini. Hanya teman untuk bersandar. Hanya itu.
Feeling Burden
Aku sering menyebut tempat ini dengan sebutan Afrika Van
Bali, panas yang menyengat ketika kemarau tiba, dedaunan kering, dan pepohonan
hanya menyisakan ranting-ranting untuk burung bertengger diatasnya. Ya, itulah alasanku
menyebutnya demikian, karna panas yang menyengat bak padang pasir. Terlalu banyak
kisah yang kulewati di tanah rantau ini, 4 tahun bukanlah waktu yang singkat
untuk berjuang demi sebuah gelar sarjana perikanan di belakang namaku dan
berjuang melawan segala rasa sakit yang timbul karna seseorang yang aku
perjuangkan, seseorang yang bahkan tak pernah menjanjikan masa depannya
untukku. Namun inilah aku dengan segenap kisah yang telah kulalui bersama
mereka, sahabat-sahabat terbaikku, teman seperjuanganku dan engkau, paduka
cinta yang selalu ingin kugenggam hatinya.
Hari ini, aku bergegas kembali menuju tempat itu, tempat
dimana aku merangkai berjuta kisah indah nan pilu, ingin mengenang kembali
segala yang terjadi dahulu ketika aku dan mereka bersama-sama mengukir cerita
serta melukis rindu. Kisah yang kini
hanya menyisakan kenangan serentak bermunculan diotakku, berlomba-lomba
menghiasi pikiran yang sedang kembali ke ranah masa lalu, masa lalu yang selalu
kurindukan. Mengenang kembali awal aku menyandang status sebagai seorang
mahasiswa, menjalani serangkaian kegiatan kampus yang harus dijalani, bertemu
teman-teman baru dan beradaptasi dengan mereka, dan itu bukan hal yang sulit
bagiku saat itu, karna dalam kisahku, aku memiliki begitu banyak cerita dengan
tingkat kesulitan yang berbeda, dan kau tau? Kisahku dengan lelaki itu menjadi
bagian terumit dalam hidupku. Bahkan hingga detik aku menulis kisah ini aku
belum mampu menghapus jejaknya dalam ingatan. Rekam jejaknya terlalu kuat untuk
dilupakan. Walaupun aku sadar, bahwa mengingatnya hanya menorehkan luka teramat
dalam.
Tak banyak yang berubah dari tempat ini, gedung-gedung
masih sama seperti dahulu, hanya saja ada sedikit perbaikan yang membuatnya
semakin terlihat menarik, beberapa gedung baru mulai dibangun di lahan yang
ketika itu ditumbuhi pepohonan dan penuh dengan semak-semak liar. Aku berjalan
seorang diri, menapak tilas segala yang terjadi pada masa yang tak akan
kembali. Ah, aku mulai terbawa oleh suasana melankolis ini. Hati dan ragaku
belum cukup menyatu untuk kembali menapakkan langkah kaki di tanah ini.
Saat
ini ragaku memang sedang berada di tanah masa kini, namun hatiku tak berubah,
ia tidak berpindah, ia tetap berada di deretan masa lalu yang selama ini
berusaha aku lupakan tapi tak pernah mampu. Mereka tak salah jika berkata
melupakan adalah hal tersulit, sekeras apapun kau berusaha, kau tak kan mampu,
semua akan sia-sia, itu justru membuatmu semakin ingat dengan apa yang ingin
kau lupakan. Jadi biarkan saja semua berjalan dengan sendirinya, suatu saat kau
akan tau bagaimana semua ini berakhir. Dan kau harus siap dengan segala hal
yang akan terjadi di akhir kisah. Entah ia akan berakhir bahagia atau tidak itu
bukanlah sebuah masalah, karna adalah salah satu bagian dari skenario Tuhan yang
telah tertandatangani sebelum kau tiba di dunia, kau harus menerima segala yang
terjadi.
Bukit Jimbaran,
Penghujung Tahun 2020
Africa Van Bali
Beberapa waktu lalu aku sempat menuliskan bahwa aku adalah seorang inang yang akan segera ditinggal oleh parasit yang selama ini beranaung di rantingku. Dan itu benar-benar terjadi, parasit itu pergi. Ah tidak, dia tidak pergi, dia hanya berpindah dari rantingku, ranting di seberangku telah ia pilih untuknya bernaung saat ini. Entah dia telah menemukan kenyamanan atau tidak, aku tidak peduli. Dia bukan lagi bagian dari rantingku. Ya, aku dulu selalu menyebutnya bagian dari rantingku meskipun ia hanya sebagai parasit fakultativ yang sama sekali tak menguntungkan bagi pertumbuhan rantingku, ia hanya parasit yang membutuhkan saluran energi agar mampu bertahan hidup. Aku tak segan untuk menyalurkan sebagian energiku untuknya tumbuh, untuk ia tetap bertahan disaat ia benar-benar membuhtuhkan. Namun aku rasa semua itu sia-sia. Energi yang kuberikan tak berarti apa-apa dan hanya menyisakan luka.
Ah sudahlah, sebuah parasit hanya akan selalu menjadi parasit dan tak akan pernah berubah menjadi sebuah inang. Tapi, terlalu munafik rasanya jika aku benar-benar tak peduli dan menganggapnya bukan lagi bagian dari rantingku, karna sejauh ini aku masih terus berusaha untuk menyalurkan secuil energiku, dengan atau tanpa sepengetahuannya. Terkadang, aku berharap untuknya kembali bernaung padaku, menjadi parasit obligatku dan menjadikan aku inang yang selalu ia tumpangi. Aku tak bisa menyangkal jika saat ini aku memang sedang merindunya, meridukan saat terlemah hidupnya dan merangkulnya dalam kehangatan, menyalurkan segenap energi yang tersisa.
Kau tau? Sesekali dalam setiap hariku, aku selalu menempatkan bola mata di tepi hanya untuk sekedar melirikmu, menelusuk seberapa bahagia kau bersama inang yang kau tumpangi detik ini. Kau tak akan pernah sadar seberapa dalam aku menatapmu dan seberapa tajam luka telah menyayat di setiap detiknya. Semoga kau bahagia, semoga kau menemukan kenyamanan yang tak pernah kau temukan selama kau bernaung di rantingku yang saat ini telah rapuh. Semoga inangmu saat ini adalah dia yang benar-benar kau butuhkan, dia yang kau harapkan, dan dia yang dapat memahami apa yang inginkan. Satu harapku, semoga tak ada lagi perih yang tercipta pada ia yang kau jadikan inang dalam hari-hari panjangmu. Salam hangat dariku, inangmu terdahulu.
Bukit Jimbaran, 27 September 2016
It's a Real Good Bye
"Tumbuhan parasit adalah tumbuhan yang untuk kelangsungan hidupnya menggantungkan sebagian atau seluruh sumber energi pada tumbuhan lain (disebut tumbuhan inangnya) dan mengakibatkan inangnya mengalami kekurangan energi"-wikipedia-
Ternyata parasit yang selama ini bernaung dalam keseharian gue hanyalah parasit fakultatif yang hanya bersifat sementara. Beberapa hari lagi parasit itu akan pergi dari satu-satunya inang yang tak ingin ia lenyap dan satu-satunya inang yang rela berkorban agar parasit itu tetap tumbuh. Jika semua inang merasa dirinya dirugikan dengan tumbuhnya parasit pada batang tubuhnya, berarti cuma gue inang yang merasa beruntung karna parasit itu tumbuh dan bergantung sama gue, dan jika semua jenis inang mengalami kekurangan energi akibat tumbuhnya parasit, berarti cuma gue inang yang merasa energinya bertambah ketika parasit itu tumbuh.
Cuma tinggal 3 hari lagi gue jadi inang yang dia gantungi, setelah itu parasit yang gue jaga akan gugur dari batang tubuh gue, berhenti menggantung dan gak akan mengharapkan energi apapun. Parasit itu mampu pindah dan mencari inang baru yang belum tentu mau membagi energinya hanya untuk sesuatu yang dirasa gak menguntungkan. Sedangkan gue? Gue cuma seorang inang yang selalu berharap parasit itu gak berhenti menggantungkan hidupnya. Seorang inang yang selalu ingin memberikan aliran energi agar ia mampu bertahan. Dan seorang inang yang tetap menanti hingga sang waktu berkehendak untuk mengembalikannya pada tubuh yang dulu pernah menjadi topangan hidupnya.
Gue sering berharap semester ini bisa berakhir lebih lama, walaupun nyatanya sekarang kita udah mau minggu tenang, UAS, dan libur panjang. Gue gak pernah berharap libur panjang ini tiba, karna libur panjang ini yang akan jadi pemisah antara inang yang terlalu mencintai parasitnya dan selalu berharap agar parasit itu tetap bergantung.
Cuma tinggal 3 hari lagi gue jadi inang yang dia gantungi, setelah itu parasit yang gue jaga akan gugur dari batang tubuh gue, berhenti menggantung dan gak akan mengharapkan energi apapun. Parasit itu mampu pindah dan mencari inang baru yang belum tentu mau membagi energinya hanya untuk sesuatu yang dirasa gak menguntungkan. Sedangkan gue? Gue cuma seorang inang yang selalu berharap parasit itu gak berhenti menggantungkan hidupnya. Seorang inang yang selalu ingin memberikan aliran energi agar ia mampu bertahan. Dan seorang inang yang tetap menanti hingga sang waktu berkehendak untuk mengembalikannya pada tubuh yang dulu pernah menjadi topangan hidupnya.
Gue sering berharap semester ini bisa berakhir lebih lama, walaupun nyatanya sekarang kita udah mau minggu tenang, UAS, dan libur panjang. Gue gak pernah berharap libur panjang ini tiba, karna libur panjang ini yang akan jadi pemisah antara inang yang terlalu mencintai parasitnya dan selalu berharap agar parasit itu tetap bergantung.
Parasit Obligat
Cara move on paling tepat itu memang dengan menemukan pengganti seseorang yang telah membuat stagnasi pada perasaan kita. dan biasanya, stagnasi itu penyebabnya karna kita terlalu fokus pada satu titik kenyamanan yang sebenarnya telah membuat satu titik baru yakni titik keresahan, namun seringkali titik resah itu ditutupi oleh titik nyaman dan juga dihantui oleh semua bayang-bayang bahagia yang mungkin pernah ada serta masih berharap bahagia yang pernah singgah itu akan terulang dan menjadi titik akhir dari segala rasa.
Gue rasa, fenomena gagal move on itu sebabnya karna semua titik jenuh dalam hubungan percintaan itu telah terkumpul dan men-zonasi dalam satu celah. segala titik yang ada terkumpul dalam zona itu, saling bertukar cerita, berpegangan erat, seperti enggan untuk berpisah dengan titik yang lain, segala titik rasa yang pernah ada dan tercipta oleh 2 insan.
Ah apasih yang gue tulis ini, gue sendiri berasa hiperbola banget nulisnya. tapi gue emang mau cerita kalo gue udah berhasil netralisir perasaan gue yang pernah muncul dipermukaan lautan hati yang dalam dan penuh akan loveplankton serta mikrolovisme yang sudah menjadi tumbuhan sejati di dasar. lega banget rasanya, everything seems like nothing was going on. dan apa yang gue tulis dalam kalimat awal pembuka catatan ini emang bener. kita akan berhenti mencintai, mengagumi, serta memendam segala rasa tersebut ketika celah hati yang kosong terisi oleh rasa yang benar-benar baru. rasa yang mampu meg-eleminasi rasa yang lampau.
Namun rasa lega itu gak berlangsung lama, terlalu sebentar untuk merasakan semua kebebasan tanpa rasa. rasa baru yang muncul itu mulai sama seperti rasa lampau itu, ada sakit yang terasa, iri pada mereka yang mampu berlaku selayaknya teman sepermainan. sedangkan gue? gue bersi keras untuk bersikap as usual to hide its feeling. rasa canggung yang berlebihan saat mata terpaut, hati yang berdetak lebih kencang ketika nama itu terucap, bahagia yang memuncak ketika nama muncul dalam layar, rasa gundah selalu menghampiri jika ia tak datang, cemburu yang menggelegar ketika seorang wanita duduk manis disamping pujangga cinta yang gue rindu, dan akhirnya sedih yang tersisa saat gue rasa he's just my friend in need. walaupun begitu, gue gak pernah bisa nolak kalau do'i butuh bantuan. segala sesuatu menjadi tidak biasa. dan gue benci segala ketidakbiasaan ini.
Kadang gue mikir, untuk apa segala rasa itu tercipta jika akhirnya perih yang tersisa? sering terbesit untuk mematikan segala rasa yang gue punya. kembalikan segalanya seperti biasa, menjadi hidup yang sempurna tanpa rasa yang hampa. Tuhan, hanya ini yang kuminta dalam malam penuh bimbang ini, tolong hapuskan segala rasa untuknya. agar kutahu kau masih mencintaiku dan menjagaku dari segala kesalahan tentang cinta dan rasa.
TIPS MOVE ON!
Pernah gak sih lo jatuh cinta dan lo benci sama rasa cinta yang tumbuh itu? pernah kan? gimana rasanya? rada sakit pait sepet ada asin-asinnya gitu :'). terus apa yang lo lakuin setelah tau rasanya gitu? hah? lo gak tau? sama, gue juga gatau harus ngapain. pengen banget netralisir hati gue biar gak jatuh cinta sama siapa-siapa. gue ngerasa karna cinta semua jadi berjarak, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.
sebelum gue jatuh dalam kubangan cinta ini, gue rasa gue bebas untuk ngelakuin apa aja yang gue suka. jarang mikirin image gue depan orang-orang, yang penting gue bahagia dengan apa yang gue lakuin, karna setiap orang itu berhak dan perlu untuk menciptakan kebahagiaan mereka dengan sendirinya. tidak jatuh cinta pada siapa-siapa itu sudah termasuk kebahagiaan buat gue, it's more than enough. dengan gak jatuh cinta gue gabakal ngerasain perihnya rasa sakit karna cinta itu. tapi sekarang gue mulai berusaha buat netralin perasaan gue. biar semua kembali kayak dulu, when everything was okay.