Archive for 2018
Aku
tau apa yang bapak arahkan ke aku dan adik-adikku tidak akan pernah menjadi
sesuatu yang sia-sia. Semua itu bapak lakukan semata-mata hanya ingin melihat
kami menjadi orang yang berpendidikan dan tentu saja lebih baik dari dirinya
saat ini. Namun, beberapa hari ini aku merasa bahwa aku memang benar-benar anak
yang tidak menghargai segala sesuatu yang dilakukan oleh bapak dan mamakku. Aku
terlalu meremehkan kerja keras mereka. Menganggap semua yang mereka lakukan dan
mereka berikan kepadaku didapatkan dengan mudah. Aku tidak pernah memikirkan
seberapa banyak keringat orang tuaku yang telah bercucuran dibawah terik
matahari hanya untuk melukiskan masa
depan yang indah untuk aku nikmati esok hari. Aku tidak bisa membayangkan
betapa kecewanya mereka jika apa yang mereka lukis tidak sesuai dengan apa yang
mereka angan-angankan. Angan-angan akan kesuksesan yang dapat dicapai oleh aku
dan adik-adikku.
Beberapa
hari yang lalu aku pulang ke rumah, sudah lama sekali rasanya aku tidak
mendengar suara mamaku membangunkanku di waktu subuh, tidak melihat bapak
menyiram tanaman-tanaman yang mulai layu di sekeliling rumah, melihat adik
pertamaku hanya berdiam diri di kamarnya dan sesekali melatih pergelangan
tangannya agar tetap lihai mengayunkan raket dan memukul cock, dan yang paling aku rindu dari rumahku saat ini adalah suara
tangis adikku yang baru berumur 1,5 tahun, adik kecil yang dulu tidak aku
inginkan kehadirannya saat ini menjadi adik kecil yang ingin kucium setiap
saat. Kata orang, adikku jauh lebih cantik dari aku, kakaknya. Ah, tak apa.
Mana peduli aku dengan kata orang. Yang aku pedulikan saat ini hanyalah masa
depanku, kebahagiaan bapak dan mamaku, juga masa depan adik-adikku. Jika kau
bertanya kenapa masa depan adik-adikku, maka jawabannya adalah perkataan mamaku
saat aku duduk di semester awal perkuliahan “nanti kalo adikmu kuliah, kamu
yang membiayai semuanya. Bapakmu nanti pasti sudah tua dan tidak mampu lagi
untuk menguliahkan adikmu”. Insyaallah. Jika Allah menghendaki aku pasti akan
menyekolahkan adikku semampu dan sebisaku. Doakan.
Apapun
yang terjadi padaku saat ini tidak pernah lepas dari campur tangan Allah. Semua
sudah diatur sedemikian rupa jauh-jauh hari sebelum aku dilahirkan ke bumi sebagai
seorang Firda Nurdiana melalui perantara orang tuaku. Bapak dan mamakku diberi
amanah untuk menjaga dan mendidikku supaya menjadi sebaik-baiknya manusia. Dan tentu
saja, orangtuaku sudah melakukan itu semua. Mereka mengajariku banyak hal dan
selalu mengingatkan bahwa ilmu dunia dan
akhirat harus seimbang.
Saat
aku duduk di bangku SD dulu, bapak selalu mendaftarkanku les Bahasa, membelikanku
berbagai macam buku bahasa Inggris (Namun
sayang, yang terbaca hanya dua buah buku :’)), dilatih badminton almost every night dan tekadang sampai aku terlelap di
samping lapangan karna terlalu lelah menunggu bapak selesai bertanding
dengan teman-temannya. Like a homeless haha.
Bahkan,
saat ini bapak masih belum puas dengan pencapaianku yang lumayan mengusai
Bahasa Inggris, bapak tidak ingin aku berpuas diri hanya dengan itu. Bapak
selalu bilang “Kamu harus tau, beberapa tahun ke depan, China akan mengusai
perdagangan dunia. Kamu harus bisa bahasa Mandarin”. Aku selalu mengiyakan apa
yang dikatakan bapak, karna itu memang benar. Hingga akhirnya, beberapa bulan
yang lalu bapak mendaftarkanku untuk ikut les bahasa yang lumayan rumit itu.
Namun lagi. Aku menyia-nyiakan semua itu. Aku hanya datang 3 minggu pertama
sejak les itu dimulai. Selebihnya? Kau bisa tebak sendiri apa yang terjadi.
Aku cukup
merasa bersalah pada bapak. Aku selalu berbohong saat bapak bertanya bagaimana
perkembangan bahasa mandarinku. Aku selalu mengatakan semua baik-baik saja
seolah-olah aku selalu datang di setiap pertemuan lesku. Padahal nyatanya?
Tidak. Aku lebih mementingkan kesenanganku sendiri, aku memilih bermain
badminton dengan teman-temanku, window shopping
untuk menghilangkan kepenatanku pada tugas-tugas kuliah dan berusaha melupakan
permasalahan dengan berbagai macam hal
yang ku rasa menyenangkan.
Entah sampai
kapan rasa bersalahku pada bapak akan mengendap dalam pikiranku. Mungkin besok,
lusa? Ah entahlah. Tapi aku yakin, suatu hari yang entah kapan aku pasti bisa
membuktikan pada bapak bahwa aku bisa dan tidak mengecewakan. Doakan.
Bukit Jimbaran, 27 Februari 2018
A Guilty Daughter